Sabtu, 16 April 2011

Analisis Perbandingan dan Kesehatan Bank DKI Berdasarkan CAMELS

Share
Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk mengetahui kondisi bank atau yang dikenal dengan Analisis Tingkat Kesehatan Bank merupakan penilaian terhadap hasil usaha bank dalam kurun waktu tertentu dan faktor yang mempengaruhinya, dengan menggunakan alat yang disebut CAMELS Rating System yaitu, Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Assets Quality), Manajemen (Management), Rentabilitas (Earning Ability), Likuiditas (Liquidity, dan Sensivitas (Sensivity).
Table dibawah ini merupakan table perhitungan rasio Bank DKI triwulan 1 Maret pada tahun 2007-2009 yang diambil dari BI :

Analisis kesehatan Bank DKI

I.  Permodalan (Capital)

Pada table diatas terdapat keterangan CAR (Capital Adequacy Ratio)  mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. CAR diperoleh dengan membandingkan modal sendiri dengan aktiva tertimbang menurut resiko yang dihitung dari bank yang bersangkutan.

Dari tahun 2007 sampai 2009 Bank DKI mengalami perubahan nilai rasio CAR yang memperhitungkan rasio kredit maupun pasar. Pada CAR yang memperhitungkan rasio kredit mengalami kenaikan pada tahun 2007 ke 2008 yaitu 19,78 menjadi 21,5. Sedangkan pada tahen 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan yaitu dari 21,5 menjadi 17,27.  Untuk CAR yang memperhitungkan rasio pasar mengalami penurunan terus menerus yaitu dari 18,45 menjadi 16,94 hingga menjadi 14,65 pada tahun 2009. Jika bank DKI ingin meningkatkan atau memperbaiki nilai CAR maka Bank DKI harus mengurangi atau memperkecil komitmen pinjaman  yang tidak digunakan, mengurangi jumlah pinjaman yang diberikan sehingga memperkecil resiko, menambah posisi modal dengan cara setoran tunai atau go public dan lain-lain. Aktiva tetap terhadap modal merupakan perdandingan aktiva tetap yang diniliki oleh Bank DKI terhadap modal sendiri.

Kesimpulan dari bagian permodalan adalah CAR dari Bank DKI dari tahun 2007 sampai 2009 telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan BI yaitu lebih dari 8%. Jika suatu bank memiliki CAR dibawah 8% itu tandanya kesehatan bank tersebut perlu dipertanyakan. Semakin tinggi CAR pada suatu bank menunjukan bahwa bank tersebut dapat menanggung resiko yang mungkin timbul dari aktiva yang dimilikinya.

II. Kualitas Aktiva

1. Aktiva produktif bermasalah.
Mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai 2009. Semakin tinggi nilai aktiva produktif yang bermasalah maka semakin tinggi resiko yang akan dihadapi oleh bank dari segi aktiva. Jika terdapat aktiva produktif yang bermasalah kemungkinan hal yang terjadi pada Bank DKI adalah aktiva produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan bahkan macet. Jenis aktiva produktif tersebut antara lain, kredit yang diberikan, surat berharga, penempatan dana pada bank lain serta penyertaan.  Menghitung perkembangan aktiva produktif bermasalah pada suatu bank digunakan perbandingan antara aktiva produktif yang bermasalah dengan total aktiva produktif.

2. PPA produktif terhadap aktiva produktif

PPA produktif atau Penyisihan Penghapusan Aktiva produktif adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan tujuan menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Perubahan PPA produktif terhadap aktiva produktif dari tahun 2007 ke 2008 hanya mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 0,22. sedangkan dari tahun 2008 ke 2009 mengalami penurunan yaitu sebesar 0,11.

3. Pemenuhan PPA Produktif

Pemenuhan PPA Produktif  pada Bank DKI melebihi 100% diantaranya 105,29 pada tahun 2007, 101,06 pada tahun 2008 dan 114,32 pada tahun 2009. Pada persentase ini  artinya Bank DKI dapat menjamin resiko yang ditimbulkan dari aktiva yang produktif.

4. NPL

NPL ( Non Performing Loan ) yang dimiliki Bank DKI tidak terlalu besar ini berarti bank DKI tidak mengalami kesulitan dalam penyaluran kredit atau bahkan gagal, jika ini terjadi maka bank akan kesulitan dalam mengembalikan dana yang dititpkan oleh masyarakat atau nasabah yang pada akhirnya akan berpengaruh pada penurunan laba bersih.

III.  Rentabilitas

Rentabilitas atau profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rasio rentabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemempuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Pada rasio rentabilitas (keuntungan), rasio yang dapat diukur antara lain:

1.ROA

ROA (Return On Assets adalah rasio) yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan secara relative dibanding dengan total assetnya dengan kata lain ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset bank tersebut. Semakin tinggi ROA yang dimiliki bank maka semakin besar laba atau  yang didapat oleh bank tersebut serta semakin bagus pula posisi bank dari segi penggunaan asset yang biasanya akan meningkatkan saham dari bank tersebut. Rasio ROA pada Bank DKI dari tahun 2007 sampai 2009 menunjukan kenaikan yaitu sebesar 0,03 dari tahun 2007 ke tahun 2008 dan mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2009 sebesar 0,11.

2.ROE

ROE (Return on Equity) adalah perbandingan keuntungan yang diperoleh bank dengan total modal sendiri. Semakin besar ROE maka semakin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan serta akan meningkatkan harga saham dan pembagian deviden kepada investor akan semakin besar pula. Bank DKI menunjukan kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 sebesar 25,44 di tahun 2008 sebesar 26,08 dan sebesar 33,13 pada tahun 2009. Berdasarka rasio ini berarti menaikan laba bersih, harga saham dan deviden yang akan dibagikan kepada investor.

3.NIM

NIM (Net Interest Margin) adalah perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva produktif. NIM merupakan indikator untuk menunjukan tingkat efisiensi operasional suatu bank. Selama tiga tahun ini NIM pada Bank DKI mengalami penaikan pada tahun 2007 sebesar 7,22 menjadi 7,95 pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan dari 7,95 menjadi 6,81.

4.BOPO

BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional) adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapat operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Perbandingan rasio ini pada Bank DKI sebesar 77,82 pada tahun 2007, tahun 2008 sebesar 78,72 dan tahun 2009 sebesar 80,27. Jika menganut paradigma BOPO, tingkat efisiensi range-nya harus mencapai 70% – 80%. Jika BOPO suatu bank ada pada range tersebut maka bank tersebut sudah efisien dan efektif dalam menjalankan operasionalnya. Pada tahun 2007 dan 2008 tingkat efiseinsi Bank DKI berada pada range yang aman.  Pada tahun 2009 manajemen mulai kehilangan kendali karena mengalami kenaikan lebih dari 80% yaitu sebesar 80,27.

 IV. Likuiditas

1. LDR

Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Pada tahun 2007-2009 LDR pada Bank DKI mengalami kenaikan.

V. Kepatuhan

1. Persentase pelanggaran BMPK

Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan terhadap persentase penyedia dana pada modal bank. Pada tahun 2007-2009 Bank DKI tidak melakukan pelanggaran BMPK.

2. Persentase Pelampauan BMPK

Pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara  persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada saat laporan dan tidak termasuk pelanggaran BMPK. Pada tahun 2007-2009 Bank DKI tidak melakukan pelampaun BMPK.

3. GWM

GWM (Giro Wajib Minimum) adalah perbandingan giro pada Bank Indonesia dengan seluruh dana yang berhasil dihimpun. Pada tahun 2007 sebesar 9,13, tahun 2008 sebesar 8,22 dan tahun 2009 sebesar 5,12.

4. PDN

PDN (Posisi Devisa Netto) pada Bank DKI di tahun 2007 sebesar 8,81, tahun 2008 sebesar 8,23 dan tahun 2009 sebesar 7,73. Dari ketiga tahun tersebut masih jauh dibawah ketentuan yang berlaku yaitu 20%.

Kesimpulan :
CAR, Likuiditas (ROA, ROE NIM) dan BOPO akan berpengaruh pada profitabilitas suatu bank. Bank DKI memiliki CAR yang tidak terlalu kecil namun cukup untuk menjamin resiko yang ditimbulkan dari aktiva, lalu memiliki BOPO yang ada pada range yang aman yaitu sekitar 70%-80% walaupun pada tahun 2009 melebihi 80%, dan memiliki angka ROA, ROE dan NIM yang menjamin sepenuhnya aman. CAR yang dimiliki bernilai positif lebih dari angka 10% dan Bank DKI tidak memiliki pelanggaran dan pelampauan BMPK. Walaupun Bank DKI memiliki PDN yang masih jauh dari ketentuan yang berlaku tetapi secara keseluruhan kesehatan Bank DKI dari tahun 2007-2009 cukup baik.